Reportase Pertemuan 2: Dinamika Pelaksanaan JKN pada Masa Pandemi COVID-19 (2020-2022) dan Post Pandemi COVID–19 (2023-saat ini)

18 Desember 2024

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK-KMK UGM) menyelenggarakan webinar 10 tahun kebijakan JKN pada Rabu, 18 Desember 2024 yang memasuki pertemuan kedua membahas mengenai Dinamika Pelaksanaan JKN pada Masa Pandemi COVID-19 (2020-2022) dan Post Pandemi COVID–19 (2023-saat ini). Kegiatan dibuka oleh moderator Adinda Almira, S.Tr.RMIK dan dilanjutkan dengan sesi 1 membahas tentang dinamika pelaksanaan JKN pada masa pandemi Covid19.

Sesi 1: Dinamika Pelaksanaan JKN pada Masa Pandemi COVID-19

18des 1Sesi 1 diawali dengan pengantar oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD. Prof. Laksono menyampaikan mengenai strategi adaptif kebijakan kesehatan pada masa Covid-19 yang meliputi kolaborasi dalam pengendalian Covid-19, pengadaan vaksin dan sediaan farmasi dan alat kesehatan, serta disrupsi pengembangan sistem informasi kesehatan digital. Pada masa pandemi, sistem JKN yang dikelola oleh BPJS berubah termasuk dalam hal pendanaan.

Perubahan kebijakan pendanaan selama masa pandemi disampaikan oleh pembicara kedua, yakni M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH. Faozi. Selama pandemi COVID-19 (2020–2022), pemerintah memprioritaskan anggaran kesehatan untuk menangani dampak pandemi melalui refocusing dan realokasi dana sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020. Belanja kesehatan meningkat signifikan meski pendapatan negara stagnan, termasuk untuk pendanaan pasien COVID-19. Klaim BPJS Kesehatan turun akibat berkurangnya pasien FKTL. Namun, rasio klaim di beberapa segmen tetap tinggi meski ada dua kali kenaikan iuran.

Ketidakmerataan akses layanan kesehatan juga masih terlihat dari kesenjangan kunjungan dan klaim antar-segmen peserta. Reformasi pembiayaan kesehatan, peningkatan fasilitas, SDM, dan sarana kesehatan menjadi kebutuhan mendesak pada masa pandemi. Peran filantropi kesehatan juga penting sebagai pendukung strategis dan berkelanjutan. Pandemi menegaskan perlunya pembenahan sistem pembiayaan serta peningkatan kesetaraan layanan untuk seluruh segmen masyarakat.

Selanjutnya, Elisabeth Listyani, SE., MM. selaku pembicara ketiga memaparkan mengenai pemerataan rumah sakit pada masa pandemi. Pertumbuhan jumlah rumah sakit selama pandemi COVID-19 hingga 2023 relatif lambat, dengan rata-rata hanya 2% per tahun. Pada 2023, tercatat 3.155 rumah sakit, termasuk rumah sakit darurat di 2021.

Pertumbuhan didominasi oleh rumah sakit swasta berorientasi profit (3%), sedangkan rumah sakit publik milik pemerintah hanya tumbuh 2%, dan rumah sakit swasta non-profit justru menurun. Dengan berlakunya Permenkes Nomor 3 Tahun 2023, terjadi perubahan regionalisasi. Regional 5, yang sebelumnya mencakup NTT, Maluku, dan Papua, kini meliputi Sulawesi, Bangka Belitung, dan Aceh. Regionalisasi baru juga mencakup perubahan wilayah, seperti Banten masuk Regional 2, serta penambahan rumah sakit di Kalimantan, Riau, dan Sumatera Selatan. Di Papua, pemekaran wilayah menjadi beberapa provinsi meningkatkan kebutuhan rumah sakit. Meski pertumbuhan total rumah sakit tidak signifikan, pemerintah membangun rumah sakit vertikal baru di NTT, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Surabaya untuk mendukung layanan kesehatan.

Pembicara keempat, dr. Srimurni Rarasati, MPH menyampaikan mengenai kebijakan SDM Kesehatan selama masa pandemi. Kebijakan SDM kesehatan mencakup Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 4239 Tahun 2021 tentang insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan. Permenkes Nomor 13 Tahun 2022 juga mengatur tenaga cadangan kesehatan untuk memperkuat sistem ketahanan kesehatan. Lampiran Permenkes Nomor 23 Tahun 2023 menetapkan pedoman SDM kesehatan dalam penanggulangan COVID-19, termasuk pelatihan dengan sertifikat kompetensi. Meski jumlah tenaga kesehatan meningkat sejak 2019, distribusinya tidak merata, khususnya dokter spesialis yang lebih banyak di Regional 1 dibandingkan wilayah lain. Tantangan masa depan mencakup beban kerja berat, risiko infeksi tinggi, masalah kesehatan mental, dan ketimpangan tenaga kesehatan di daerah terpencil, yang menghambat layanan kesehatan optimal.

18des 3Pemaparan selanjutnya disampaikan oleh Eva Tirtabayu Hasri, MPH mengenai kendali mutu dan kendali biaya JKN selama masa pandemi. Kementerian Kesehatan dan stakeholder lainnya memperkuat mutu pelayanan kesehatan selama pandemi COVID-19 melalui penguatan teknis dan regulasi. Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan alat seperti driver diagram untuk menganalisis masalah dan meningkatkan desain pelayanan.

Permenkes Nomor 30 Tahun 2022 memperkenalkan indikator nasional untuk mengukur mutu layanan kesehatan. Tim mutu bekerja lebih intensif, sering rapat, menyusun SOP baru, dan melaksanakan audit klinis sesuai pedoman Dirjen Pelayanan Kesehatan. Quality improvement tetap berlangsung menggunakan siklus PDCA, meski ada keterbatasan seperti akses internet dan APD. Upaya ini menunjukkan penerapan mutu situasional dalam situasi krisis.

18des 4Kebijakan Fraud … Pengembangan kebijakan pencegahan dan penanganan fraud dalam program JKN di masa pandemi terhambat akibat fokus sumber daya pada penanggulangan COVID-19. Tim anti-fraud di rumah sakit dan tingkat nasional, seperti BPJS Kesehatan, Kemenkes, dan KPK, banyak yang berhenti beroperasi atau kehilangan kapasitas akibat pandemi. Sementara itu, berbagai kasus fraud, seperti penyalahgunaan dana bantuan COVID-19 oleh pejabat, hingga manipulasi klaim rumah sakit, menunjukkan kerentanan sistem saat kondisi kacau. Pencegahan fraud memerlukan edukasi, deteksi dini, integrasi sistem, dan political will yang kuat untuk menciptakan langkah pencegahan yang efektif agar program JKN berjalan optimal.

Sesi 2: Dinamika Pelaksanaan JKN Pasca COVID-19

Prof. Laksono memulai sesi 2 dengan memberikan pengantar mengenai dinamika pelaksanaan JKN pasca COVID-19. Pendanaan kesehatan selama pandemi COVID-19 beralih dari sistem JKN ke pendanaan langsung pemerintah untuk percepatan penanganan krisis, menyebabkan perubahan signifikan dalam manajemen sistem kesehatan. Setelah pandemi, reformasi transformasi sistem kesehatan digagas, berfokus pada enam pilar Kemenkes untuk meningkatkan ketahanan menghadapi pandemi di masa depan. Namun, kelemahan hukum dan landasan sistematis pada undang-undang kesehatan sebelumnya menjadi hambatan, sehingga diperlukan kebijakan baru yang lebih terstruktur. Tantangan ke depan meliputi memastikan akses layanan kesehatan merata, terutama bagi kelompok rentan, serta membangun sistem pendanaan yang efisien, transparan, dan berorientasi pada kesejahteraan sosial.

18des 2M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH, menjelaskan kebijakan pendanaan JKN pasca pandemi COVID-19. Meski anggaran Kemenkes terus meningkat, alokasinya untuk JKN belum sepenuhnya efisien. Belanja kesehatan yang melonjak selama pandemi kini kembali turun. Reformasi pembiayaan diperlukan untuk meningkatkan pemerataan layanan kesehatan. Elisabeth Listyani, SE., menyoroti pemerataan layanan rumah sakit, terutama untuk kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi (KJSU). Saat ini, sekitar 500 rumah sakit belum menyediakan layanan tersebut. Pemerintah fokus memperluas layanan, meningkatkan akses, dan mendorong klaim BPJS. Solusi jangka panjang meliputi pola hidup sehat dan layanan preventif.

Narasumber selanjutnya, Tri Muhartini, MPA menyampaikan bahwa transformasi SDM kesehatan menargetkan distribusi tenaga kesehatan merata hingga pelosok. Upaya ini didukung peningkatan kuota beasiswa, sertifikasi, dan pendidikan berbasis rumah sakit. Meski demikian, jumlah dokter spesialis masih terbatas dibanding perawat dan bidan. Terkait kebijakan penguatan mutu, Eva Tirtabayu Hasri, MPH menyampaikan bahwa penguatan mutu JKN pasca pandemi COVID-19 melibatkan perbaikan regulasi clinical pathway dan audit daring terstandar nasional. Meski belum ada definisi jelas soal kendali mutu dan biaya, program perbaikan terus diterapkan. Sementara, kebijakan anti-fraud JKN melanjutkan program sebelumnya berdasarkan apa yang disampaikan drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE. TPK JKN menelusuri klaim yang dicurigai dan potensi revisi regulasi. Ke depan, optimalisasi anggaran, peningkatan peran swasta, dan pemerataan layanan kesehatan menjadi prioritas utama.

Materi dan rekaman video kegiatan dapat disimak pada link berikut:

klik disini

Reporter:
Mashita Inayah (PKMK UGM)

 

 

 

 

Reportase Pertemuan 1: Pengantar JKN dalam konteks Reformasi Kesehatan dan Dinamika Pelaksanaan JKN pada Masa Pra Pandemi COVID-19

16 Desember 2024

Webinar ini dibuka oleh Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH., M.Kes., MAS selaku Direktur PKMK FK-KMK UGM, yang mengulas perjalanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak implementasinya pada 2014. Selama satu dekade, JKN terbagi dalam tiga fase utama: masa implementasi awal, periode pandemi COVID-19, dan periode pasca-pandemi. Keberhasilan JKN mencapai Universal Health Coverage (UHC) untuk lebih dari 260 juta penduduk mendapat apresiasi internasional, namun sejumlah tantangan masih terjadi khususnya dalam efisiensi pembiayaan, interaksi antara penyedia layanan (provider) dengan pembayar (BPJS Kesehatan), serta penguatan sistem kesehatan untuk memastikan keberlanjutan program. Andreasta juga menjelaskan bahwa implementasi JKN memerlukan pendekatan sistemik yang menyeluruh. Sebagai bagian dari upaya memahami dinamika kebijakan ini, webinar series yang diselenggarakan oleh PKMK FK-KMK UGM menghadirkan pakar kebijakan, peneliti, dan praktisi kesehatan untuk berbagi pandangan. Diskusi ini bertujuan merangkum pelajaran yang telah diperoleh selama 10 tahun implementasi JKN dan memberikan rekomendasi kebijakan strategis kepada regulator dan pihak terkait, seperti Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan.

16des 1

Selanjutnya, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD. selaku Guru Besar FK-KMK UGM memaparkan mengenai perjalanan JKN sejak diluncurkan pada 2014. Kebijakan JKN, yang lahir dari UU SJSN (2004) dan UU BPJS (2011), bertujuan mewujudkan keadilan sosial di bidang kesehatan. Selama satu dekade, JKN berhasil memberikan perlindungan kesehatan kepada sebagian besar masyarakat Indonesia dan mengurangi risiko kemiskinan akibat biaya kesehatan. Namun, evaluasi menunjukkan bahwa prinsip keadilan (equity) dan mutu pelayanan kesehatan masih menjadi tantangan besar. Ketimpangan akses layanan kesehatan, terutama di daerah terpencil, serta defisit keuangan BPJS menjadi isu utama yang perlu segera diatasi. Laksono menyoroti pentingnya reformasi sistem kesehatan berbasis prinsip keadilan, efisiensi, dan keberlanjutan finansial untuk mengatasi ketimpangan tersebut. Salah satu perhatian utama adalah redistribusi dana dalam sistem single pool yang saat ini cenderung menguntungkan wilayah maju seperti Jawa dan Sumatera, sementara daerah dengan kemampuan fiskal rendah justru semakin tertinggal. Webinar ini menjadi bagian dari monitoring dan evaluasi kebijakan JKN, dengan rekomendasi untuk memperkuat regulasi, meningkatkan kualitas pelayanan, dan memastikan keberlanjutan program agar cita-cita keadilan sosial sebagaimana diamanatkan UUD 1945 dapat terwujud.

16des 2Kegiatan ini dilanjutkan dengan pemaparan materi dari M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH selaku peneliti PKMK FK-KMK UGM memaparkan pembayaran dan iuran JKN. Faozi menyoroti dinamika pendanaan program ini pada periode 2014-2019. Meski kepesertaan JKN meningkat dari 53% pada 2014 menjadi 83% pada 2019, berbagai tantangan finansial masih dihadapi, seperti defisit antara iuran dan beban klaim yang terus terjadi setiap tahun. Segmen (PBI) menunjukkan surplus, sementara Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) menjadi segmen dengan defisit klaim tertinggi.

Narasumber juga menggarisbawahi kesenjangan akses pelayanan kesehatan antar regional. Regional 1 (Jawa) mendominasi jumlah klaim dan kunjungan, sementara regional 4 dan 5 (Papua dan Maluku) tertinggal jauh karena keterbatasan fasilitas, SDM, dan akses geografis. Faozi menekankan perlunya evaluasi klaim per segmen dan upaya meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan, khususnya di daerah dengan infrastruktur terbatas dalam upaya menjaga keberlanjutan.

16des 3Topik berikutnya yaitu pemerataan pelayanan rumah sakit disampaikan Elisabeth Listyani, SE., MM. selaku peneliti PKMK FK-KMK UGM memaparkan perkembangan pemerataan pelayanan rumah sakit di Indonesia periode 2012–2019 yang menunjukkan peningkatan jumlah rumah sakit rata-rata 4% per tahun, mencapai 2.809 unit pada 2019. Rumah sakit swasta for-profit tumbuh signifikan sebesar 15%, dibandingkan rumah sakit pemerintah yang hanya tumbuh 7%. Meski jumlahnya lebih sedikit, rumah sakit pemerintah memiliki kapasitas tempat tidur lebih besar.

Pertumbuhan tertinggi tercatat di Regional 1 (Jawa), khususnya Jawa Barat (12%) dan Jawa Timur (17%), sedangkan Regional 4 (Kalimantan) dan Regional 5 (Papua-Maluku) hanya tumbuh 1–3%. Kemitraan rumah sakit swasta dengan BPJS Kesehatan mencapai 80%, jauh di atas rumah sakit pemerintah. Hal ini mencerminkan ketimpangan geografis, dengan layanan kesehatan lebih terpusat di Pulau Jawa, sementara wilayah timur Indonesia masih tertinggal.

dr. Srimurni Rarasati, MPH memaparkan ketimpangan distribusi SDM kesehatan di Indonesia selama 2014-2019, dengan mayoritas dokter umum dan spesialis terkonsentrasi di Regional 1 (Pulau Jawa dan Sumatra), sementara wilayah terpencil seperti Kalimantan, Papua, dan Maluku (Regional 4 dan 5) kekurangan tenaga kesehatan. Ketimpangan ini diperparah oleh infrastruktur yang tidak memadai dan regulasi yang tumpang tindih, sehingga diperlukan penguatan implementasi kebijakan untuk menjamin pemerataan akses kesehatan di seluruh Indonesia.

Eva Tirtabayu Hasri, MPH, dalam paparannya, membahas kendali mutu dan biaya pada penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kebijakan ini berlandaskan Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 8 Tahun 2016 dan berbagai pedoman teknis, bertujuan mempercepat proses verifikasi klaim, mengurangi klaim tertunda, serta menjadi sarana komunikasi antara BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan. Temuan utama mencakup keberhasilan sebagian tugas Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB) seperti audit medis, utilisasi review, dan pembinaan etika profesi, meskipun masih ada tantangan seperti ketidakpatuhan terhadap clinical pathways dan kurang optimalnya sosialisasi KMKB. Selain itu, kebijakan ini menghadapi kendala teknis, seperti keterbatasan SDM untuk analisis data, dan rendahnya kesadaran rumah sakit yang belum memiliki TKMKB terhadap pentingnya efisiensi. Di sisi lain, upaya pengendalian fraud dalam pelaksanaan JKN mulai dilakukan, meski penerapan regulasi dan pengawasan masih belum optimal.

drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE, menyampaikan kebijakan terkait pencegahan kecurangan (fraud) dalam JKN yang berlandaskan Permenkes Nomor 36 Tahun 2015 dan Nomor 16 Tahun 2019 serta UU BPJS Kesehatan. Kebijakan ini meliputi pembentukan Tim Pencegahan Kecurangan di tingkat pusat hingga rumah sakit, penggunaan teknologi digital untuk verifikasi klaim, dan sanksi administrasi hingga pidana. Meskipun langkah-langkah ini mulai diterapkan, tantangan seperti pemahaman yang minim terhadap regulasi, lemahnya pengawasan, dan kurangnya penegakan sanksi masih sering ditemukan. Berbagai kasus fraud mencakup klaim lebih bayar, manipulasi data, penggelapan dana kapitasi, dan penyalahgunaan fasilitas JKN, menunjukkan perlunya penguatan sistem pengawasan dan kesadaran anti-fraud di semua level.

Terakhir, Laksono Trisnantoro memaparkan analisis keseluruhan implementasi JKN pada masa pra pandemi COVID-19, menyoroti ketidakseimbangan kebijakan pendanaan kesehatan yang hanya meningkatkan demand tanpa memperhatikan pengembangan supply seperti pemerataan SDM dan fasilitas kesehatan. Sistem single pool BPJS menyebabkan subsidi tidak tepat sasaran, sementara koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan BPJS tergolong lemah, menciptakan fragmentasi sistem kesehatan. Kebijakan JKN juga memicu pertumbuhan rumah sakit swasta for-profit tanpa program pemerataan infrastruktur kesehatan. Selain itu, upaya pengendalian fraud dan peningkatan mutu pelayanan belum efektif. Kesimpulannya, kebijakan JKN pada periode tersebut belum mencerminkan reformasi menyeluruh, sehingga tidak mampu meningkatkan equity dan mutu pelayanan kesehatan secara signifikan.

materi dan rekaman video kegiatan dapat disimak pada link berikut:

klik disini

Reporter:
Via Angraini (PKMK UGM)

 

 

 

Reportase The 8th Global Symposium on Health Systems Research 2024

hsr24

Health Systems Global (HSG) adalah sebuah organisasi internasional yang berfokus pada penelitian dan pengembangan sistem kesehatan di seluruh dunia. Organisasi ini berperan sebagai wadah untuk memfasilitasi kolaborasi antara peneliti, pembuat kebijakan, praktisi, dan pemangku kepentingan lainnya yang terlibat dalam sistem kesehatan dan kebijakan kesehatan global. Tujuan utama HSG adalah untuk meningkatkan pemahaman dan praktik dalam penguatan sistem kesehatan agar dapat memberikan layanan kesehatan yang lebih baik, merata, dan berkelanjutan bagi semua orang. HSG menyelenggarakan simposium dua tahunan untuk memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan pengalaman di bidang penelitian sistem kesehatan dan kebijakan.

Pada tahun 2024, tema simposium yang diusung oleh HSG adalah “Building just and sustainable health systems: centering people and protecting the planet”. Perubahan iklim mempengaruhi kesehatan dan sistem kesehatan. Sistem kesehatan yang kuat sangat penting untuk mencapai kesehatan bagi semua orang, yang merupakan tujuan dari HSG dan tujuan kesehatan internasional, sebagaimana tecermin dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Dengan landasan pemikiran ini, simposium tahun 2024 mengambil fokus pentingnya sistem kesehatan yang berfokus pada manusia, yang merespons perubahan global, dan berupaya melindungi lingkungan di masa depan.

Simak reportase kegiatan HSR Global Symposium on Health System Research 2024 pada link berikut

Pra-Konferens   Hari kedua   Hari ketiga   Hari keempat

 

 

 

 

 

 

 

 

Reportase Pembukaan Pembelajaran Kelembagaan:

Peningkatan Kapasitas Organisasi Poltekkes dalam Melakukan Penelitian Kebijakan

Selasa, 3 September 2024

3sept

PKMK-Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK-KMK UGM) menyelenggarakan Pembukaan Pembelajaran Kelembagaan Peningkatan Kapasitas Organisasi Poltekkes dalam Melakukan Penelitian Kebijakan pada Selasa (3/9/2024). Kegiatan ini dimoderatori oleh Monita Destiwi, MA. Keynote Speech Syarifah Liza Munira, S.E, MPP, Ph.D (Kepala BKPK Kemenkes RI). Pembicara Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D (Guru Besar FK-KMK UGM), Pembahas Hendro Saputro, S.Si, Apt (Ketua Tim Kerja Pengembangan Program Studi, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat), dan sambutan Dr. Iswanto, S.Pd, M.Kes (Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta)

Pada pembukaan pembelajaran kelembagaan ini, Laksono menyampaikan kegiatan ini berfokus pada penguatan kapasitas kelembagaan di Indonesia dalam hal riset kebijakan kesehatan. Laksono menekankan pentingnya pembelajaran kelembagaan yang tidak hanya mencakup pengembangan individu, tetapi juga organisasi, untuk memperkuat Poltekkes sebagai unit pusat yang dapat diandalkan dalam monitoring, evaluasi, dan rekomendasi kebijakan kesehatan. Pihaknya juga menyoroti tantangan yang dihadapi oleh dosen dalam berperan aktif dalam kebijakan kesehatan di daerah, serta pentingnya keterampilan advokasi dan penggunaan data rutin untuk mendukung riset kebijakan yang efektif tanpa harus bergantung pada survei yang mahal. Narasumber berharap Poltekkes dapat memanfaatkan fasilitas yang ada untuk mendukung penelitian yang berdampak positif bagi masyarakat.

Syarifah Liza Munira, S.E, MPP, Ph.D., sebagai keynote speech-nya pada pembukaan pembelajaran kelembagaan ini menekankan pentingnya pelatihan ini untuk memperdalam keterampilan analisis data, penyusunan proposal penelitian, penulisan artikel jurnal, advokasi kebijakan, dan implementasi kebijakan. Menurutnya, penelitian yang dilakukan Poltekes harus berdampak nyata bagi masyarakat, tidak hanya sebatas teori. Pihaknya juga menyoroti kolaborasi antara Poltekkes, akademisi, dan Kementerian Kesehatan dalam riset implementasi, yang saat ini sudah mencakup 15 riset dari 21 Poltekkes. Liza berharap peningkatan kapasitas Poltekkes ini akan membantu memperkuat kebijakan kesehatan yang relevan dan tepat sasaran. Selain itu, Kementerian Kesehatan melalui BKPK juga mendukung optimalisasi data kesehatan untuk mendukung riset berbasis bukti. Liza juga menekankan pentingnya kolaborasi antara akademisi, praktisi, dan pemerintah dalam memperkuat riset kebijakan kesehatan demi transformasi pelayanan kesehatan di Indonesia.

Selanjutnya sambutan yang diberikan oleh Dr. Iswanto, S.Pd, M.Kes, Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, menyambut baik pelatihan peningkatan kapasitas organisasi Poltekkes dalam penelitian kebijakan. Iswanto menegaskan pentingnya peran Poltekes sebagai kepanjangan tangan Kemenkes di daerah untuk melakukan kajian terhadap kebijakan dan program kesehatan. Pihaknya juga mendorong dosen-dosen Poltekkes di seluruh Indonesia untuk mulai fokus pada riset kebijakan, memanfaatkan data sekunder dan data rutin yang tersedia, serta berkontribusi dalam pembuatan kebijakan berbasis bukti. Contoh sukses riset malaria yang dilakukan Poltekkes Yogyakarta bersama WHO menjadi inspirasi untuk riset kebijakan lainnya di masa depan.

Kemudian dilanjutkan dengan sesi pemaparan materi pengantar pembelajaran kelembagaan peningkatan kapasitas organisasi Poltekkes dalam melakukan penelitian kebijakan oleh Laksono. Pihaknya menyampaikan bahwa program pelatihan yang diselenggarakan bertujuan untuk meningkatkan kapasitas organisasi Poltekkes dalam penelitian kebijakan kesehatan, dengan fokus pada penerapan langsung dalam menyusun proposal riset yang relevan dengan isu-isu kesehatan nasional. Poltekkes diharapkan dapat memainkan peran penting dalam penelitian kebijakan di tingkat nasional, tidak hanya sebagai penonton, tetapi menjadi pemimpin yang mampu mempengaruhi kebijakan lokal dan nasional. Dukungan dari pimpinan organisasi dan komitmen untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam riset kebijakan sangat diperlukan, dan Poltekes harus membangun kemampuan di berbagai bidang, termasuk penulisan proposal, artikel jurnal, dan pengelolaan riset untuk mencapai peran strategis dalam kebijakan kesehatan di Indonesia.

Hendro Saputro, S.Si, Apt, membahas pengantar yang disampaikan Laksono, dalam bahasannya menyoroti pentingnya peran Poltekkes dalam penelitian kebijakan kesehatan, terutama dengan sebaran 38 Poltekkes di seluruh Indonesia dan 24 rumpun keilmuan. Poltekkes diharapkan berpartisipasi aktif dalam kebijakan berbasis riset untuk mendukung transformasi sistem kesehatan. Tantangan utama yang dihadapi adalah link and match antara kebutuhan daerah dan riset yang dilakukan, serta keterbatasan anggaran dan beban kerja dosen. Hendro juga mendorong Poltekkes untuk meningkatkan hilirisasi hasil penelitian kebijakan agar dapat digunakan dalam pengambilan keputusan di daerah, serta pentingnya membentuk kelompok studi untuk memperkuat penelitian kebijakan seperti yang diusulkan oleh Laksono dalam kegiatan pembelajaran kelembagaan untuk peningkatan kapasitas organisasi poltekkes dalam melakukan penelitian kebijakan.

Video pemaparan kegiatan dapat diakses pada link berikut klik disini

Reporter: Via Angraini, S.K.M (PKMK)

 

 

Reportase Webinar

Program-Program Pengembangan Kepemimpinan sebagai respon Berlakunya UU Kesehatan 2023 dan PP 28 Tahun 2024

26 Agustus 2024

rep 26ags

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Universitas Gadjah Mada (PKMK UGM) menyelenggarakan webinar Program-Program Pengembangan Kepemimpinan sebagai respon Berlakunya Undang Undang (UU) Kesehatan 2023 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 pada Senin (26/8/2024).

Kegiatan dibuka oleh Master of Ceremony (MC) dan dilanjutkan dengan pengantar yang disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M,Sc, PhD. Laksono memaparkan mengenai program-program PKMK FK-KMK UGM untuk Kepemimpinan dalam era UU Kesehatan Tahun 2023. Situasi sistem kesehatan di Indonesia saat ini digambarkan melalui status kesehatan masyarakat yang masih belum baik, pemerataan pelayanan kesehatan belum tercapai, dan keberlanjutan pendanaan kesehatan masih menjadi tanda tanya. Salah satu komponen penting dalam sistem kesehatan adalah governance dimana terdapat aspek kepemimpinan di dalamnya yang berfungsi sebagai regulator, operator, pendanaan, dan pelatihan sumber daya manusia untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Secara keseluruhan, masih diperlukan kolaborasi dari pemerintah, masyarakat, dan kelompok usaha untuk membangun fungsi governance yang jelas. Selama 20 tahun sebelum berlakunya UU Kesehatan, belum ada kerja sama yang baik antarpemimpin di sektor kesehatan.

Laksono menilai dibutuhkan pengembangan kepemimpinan secara umum, bersifat pelatihan yang berprinsip pengembangan secara berjenjang, mencakup banyak pemimpin di satu wilayah, penerapan sense making dengan menggunakan UU Kesehatan sebagai faktor kuatnya, dan penggunaan alat atau metode kepemimpinan meta leadership, serta menggunakan platform digital untuk pembelajaran yang tergabung dalam Plataran Sehat. PKMK FK-KMK UGM sebagai pusat pengembangan ilmu mencoba membantu semua pihak agar lebih mudah mempelajari isi UU dan PP dengan menggunakan platform digital agar mudah dipahami dan berbagai pelatihan kepemimpinan dengan dasar UU Kesehatan 2023.

Acara selanjutnya adalah pembahasan yang disampaikan oleh perwakilan organisasi profesi. Pembahas pertama adalah Dr. dr. Beni Satria dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Beni menyampaikan mengenai kompleksitas rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan yang dihadapkan pada berbagai regulasi, undang-undang, dan risiko lainnya. Keharusan mengimplementasikan PP No 28 Tahun 2024 dalam waktu 1 tahun akan berdampak besar terhadap industri rumah sakit. Terlebih dengan ditegaskannya bahwa pimpinan fasyankes tidak diwajibkan harus tenaga medis, maka hal ini perlu diterjemahkan lebih lanjut secara rinci baik dari aspek leadership, manajemen RS, pengalaman, dan pendidikan, serta indikator untuk mengukur kapabilitasnya. RS memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk menyesuaikan perubahan berdasarkan UU Kesehatan 2023.

Pembahas kedua, yakni Dr. R. Danang Sananto Sasongko, M.M dari Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA) menjelaskan bahwa jika terjadi perubahan regulasi, yang paling terdampak pertama kali adalah RS pemerintah. Tantangan lain yang dihadapi adalah regulasi di tiap daerah dan regulasi lain yang harus diimplementasikan oleh rumah sakit, pajak, dan kesamaan persepsi stakeholder di luar RS. Danang menilai bahwa pemimpin di RS hendaknya merupakan seorang yang ahli dalam manajemen RS dan manajemen pasien agar dapat menyusun kebijakan dan mengatur kepemimpinan lebih optimal.

Pembahas ketiga dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yakni Dr. dr. Moh Adib Khumaidi, Sp.OT. Menurut Adib, upaya adaptasi IDI terhadap regulasi yang baru terbit dilakukan melalui upaya transformasi dan reborn untuk persiapan menghadapi tantangan global. Langkah-langkah IDI reborn meliputi reframing, restructuring, revitalitation, dan renewal. UU Kesehatan tidak menyebutkan secara spesifik kewenangan organisasi profesi (OP). Namun OP berupaya mendukung implementasinya melalui penguatan SDM dokter, kesejahteraan, dan perlindungan hukum.

Pembahas keempat yakni Dr. dr. Dollar, Sp.KKLP ,SH .MH .MM, dari Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) memaparkan bahwa para pemimpin kesehatan memiliki peran yang sangat penting dalam sistem kesehatan. Para pemimpin kesehatan harus mampu membuat keputusan yang strategis, melakukan komunikasi dan edukasi kepada pemangku kepentingan, organisasi, dan masyarakat, dan pengembangan penelitian bidang kesehatan. Selain itu, pemimpin kesehatan juga berperan dalam advokasi dan edukasi. Dengan adanya UU Nomor 17 Tahun 2023 dan PP Nomor 28 Tahun 2024, manajemen OP dinilai sangat penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan memastikan standar praktik yang tinggi. PDSI mendukung penuh dan melaksanakan dengan sebaik baiknya UU dan PP tersebut.

Pembahas kelima adalah dr. M. Subuh, MPPM dari Asosiasi Dinas Kesehatan (ADINKES). Subuh memaparkan mengenai prinsip adinkes adalah bahwa UU yang telah disahkan pemerintah bersifat final namun belum tentu mengikat. Dalam UU Nomor 17 Tahun 2023 terdapat 458 pasal, sementara PP Nomor 28 Tahun 2024 berisi 1170 pasal. Critical issue meliputi pemahaman teman teman daerah untuk memahami pasal tersebut. Jika ditilik dari pasal-pasal yang ada, sebenarnya pola kepemimpinannya tidak disebutkan jelas. Tetapi di pasal 413 disebutkan koordinasi, sinkronisasi, penguatan sistem pencatat. Sangat disayangkan jika UU ini tidak menyebut standar pelayanan minimal. Hal yang berkaitan dengan nomenklatur. ADINKES pernah membuat modul pelatihan kepemimpinan yang diatur oleh Permenkes Nomor 10 Tahun 2020.

Pembahas keenam, yakni Prof. Dr. drg. Wahyu Sulistiadi, MARS dari Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia ⁠(IAKMI) menjelaskan bahwa implementasi UU Nomor 17 Tahun 2023 dan PP Nomor 28 Tahun 2024 tidak mudah dan perlu upaya penyederhanaan untuk meningkatkan pemahaman. Rencana program juga perlu pendampingan. Diantara peran OP merujuk pada UU Kesehatan dan PP Nomor 28 Tahun 2024 adalah mempromosikan dan advokasi kebijakan yang mendukung layanan kesehatan yang lebih baik, menetapkan standar profesi, memastikan bahwa layanan publik yang diberikan oleh para profesional memenuhi standar profesi, dan berperan dalam pengaturan kebijakan publik. Menurut Wahyu, prinsip kepemimpinan dan sense making terhadap UU Kesehatan dan PP Nomor 28 Tahun 2024 meliputi komitmen pada transformasi, fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi, kolaborasi dan partisipasi, data-driven leadership, serta kepemimpinan etis dan inklusif. Penerapan kebijakan kesehatan juga perlu didukung platform digital melalui pengembangan sistem informasi kesehatan nasional, digitalisasi sistem rujukan kesehatan, telemedicine, manajemen data, pemantauan, dan evaluasi program.

Pembahas terakhir, yakni drg. Bayu Yudanto dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyampaikan bahwa BPJS Kesehatan bisa sejalan dengan UU Kesehatan terbaru. Pelaksanaan UU Kesehatan akan mempengaruhi sistem kesehatan, termasuk di dalamnya implementasi Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN). Bayu menilai ke depannya perlu diadakan pengembangan dan pelatihan-pelatihan yang dapat mengantisipasi risiko terkait dinamika dalam sistem kesehatan yang dapat berdampak pada JKN. Misalnya long covid yang menyebabkan lonjakan jumlah kunjungan peserta ke fasilitas kesehatan dan dinamika ekonomi yang dapat berpengaruh terhadap iuran JKN. PKMK diharapkan dapat menyajikan pelatihan kepemimpinan yang berkaitan dengan hal-hal di luar sistem kesehatan yang mungkin berpengaruh terhadap kondisi JKN.

Reporter: Mashita Inayah (PKMK UGM)

Link terkait kegiatan silahkan klik disini

 

 

 

 

 

 

Reportase Diskusi tentang Struktur PP No.28/2024 sebagai Peraturan Pelaksana UU No.17/2023 dan Penggunaan Sistem Digital

SERI #1

Sabtu, 3 Agustus 2024

PKMK-Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK-KMK UGM) menyelenggarakan Webinar Diskusi 1: Tentang Struktur PP Nomor 28 Tahun 2024 sebagai Peraturan Pelaksana UU Nomor 17 tahun 2023 pada Sabtu (3/8/2024). Kegiatan ini dimoderatori oleh Nila Munana, SHG., MHPM. Narasumber utama adalah Tri Muhartini, S.IP, MPA. Kegiatan ini dibuka oleh Shita Listya Dewi, S.IP, MM, MPP.

Pada pembukaan webinar diskusi 1 ini, Shita menyampaikan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 disusun dengan metode Omnibus Law, yang memungkinkan penggabungan berbagai peraturan dalam satu payung hukum. UU ini tidak hanya merevisi UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, tetapi juga sejumlah undang-undang lainnya seperti UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Setelah penantian panjang, pada 26 Juli 2024, Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 sebagai turunan dari UU ini. PP tersebut mencakup 1072 pasal yang meliputi berbagai aspek kesehatan, mulai dari pelayanan kesehatan hingga ketahanan kefarmasian. Pengesahan ini berdampak besar karena membuat 26 PP dan 5 Perpres lainnya menjadi tidak berlaku.

PP ini juga menyoroti layanan kesehatan di daerah terpencil dan mengusung inovasi seperti telemedicine. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM telah mengembangkan platform digital untuk mempermudah akses dan pemahaman terhadap PP ini. Dengan harapan dapat memfasilitasi dan meningkatkan partisipasi akademisi dan praktisi dalam pengembangan kebijakan kesehatan di Indonesia.

Selanjutnya Tri membahas bahwa platform digital yang disediakan oleh PKMK UGM untuk mempermudah akses dan pemahaman terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang dipaparkan secara rinci. Platform ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan akademisi, peneliti, dan pemangku kepentingan dalam mengakses informasi yang terkait dengan kebijakan kesehatan secara terstruktur.

PKMK UGM menyediakan laman website khusus kebijakankesehatan.net yang memudahkan pengguna untuk menavigasi dan mengunduh dokumen PP sesuai dengan bidang atau fokus kajian mereka. Dengan adanya fitur seperti strukturisasi paragraf dan pengklasifikasian bab, pengguna dapat dengan mudah menemukan dan menganalisis bagian spesifik dari PP ini tanpa harus membuka keseluruhan dokumen yang tebal. Dengan lebih dari 1000 pasal yang tersusun dalam 13 bab, Platform digital ini membantu pengguna mengakses informasi secara efisien. PKMK UGM berharap sistem ini dapat terus berkembang dan memberikan manfaat bagi para akademisi dan praktisi dalam mendukung transformasi kebijakan kesehatan di Indonesia.

Dari hasil diskusi dengan para peserta yang hadir, menghasilkan beberapa rekomendasi perbaikan dan penambahan fitur pada halaman website PP untuk ke depannya. Beberapa fitur dan masukan untuk perbaikan yaitu penambahan search bar untuk memudahkan pencarian, penyelesaian upload per bagian dengan paragraf yang sesuai, perbaikan website agar tidak error atau lemot, dan narasi tambahan di tiap bagian PP untuk analisis dan komparasi dengan PP sebelumnya. Semua rekomendasi ini tentu menjadi masukan yang baik untuk pengembangan website PP ke depannya.

Reporter: Via Anggraini, S.K.M

 

 

 

 

 

Reportase Pengembangan Platform Digital untuk Analisis Kebijakan dan Advokasi Pengelolaan Penyakit Tidak Menular: Diabetes Melitus, Jantung, dan Katarak

9 Agustus 2024

PKMK-Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK-KMK UGM) menyelenggarakan Diskusi 1 dengan topik Pengembangan Platform Digital untuk Analisis Kebijakan dan Advokasi Pengelolaan Penyakit Tidak Menular: Diabetes Melitus, Jantung, dan Katarak pada hari Jumat (09/08/2024). Kegiatan ini dimoderatori oleh Mentari Widiastuti, S.Farm., Apt., MPH. Narasumber utama adalah Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M. Sc, PhD.

Laksono membahas pentingnya pengembangan platform digital untuk mendukung analisis kebijakan dan advokasi dalam pengelolaan Penyakit Tidak Menular (PTM), dengan fokus khusus pada Diabetes Melitus, Jantung, dan Katarak. Platform digital yang sedang dikembangkan ini merupakan bentuk kepedulian dari perguruan tinggi, dengan tujuan untuk menganalisis kebijakan transformasi kesehatan dan menerjemahkannya menjadi tindakan nyata di lapangan. Laksono juga menjelaskan bahwa konsep evidence-informed policy-making, yang memastikan bahwa kebijakan yang diambil didasari oleh bukti ilmiah, meskipun diakui bahwa faktor lain seperti budaya politik, sosial, dan ekonomi juga turut berperan. Oleh karena itu, advokasi menjadi seni penting dalam mempengaruhi kebijakan, yang membutuhkan pendekatan strategis untuk mengatasi berbagai hambatan dan mencapai dampak besar. Laksono juga menekankan peran penting Fakultas Kedokteran (FK) dan Departemen IKM-IKP-IKK dalam mendukung penelitian dan advokasi kebijakan kesehatan. Departemen IKM diharapkan menjadi jangkar dalam penelitian kebijakan kesehatan di setiap fakultas kedokteran dengan pendekatan transdisiplin yang melibatkan berbagai bidang seperti ekonomi dan ilmu politik. Peran ini dipengaruhi oleh motivasi dosen dalam menjalankan kegiatan pembelajaran kelembagaan sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Pengembangan platform digital ini juga didorong oleh momentum yang dihadirkan UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Platform ini dapat digunakan sebagai alat untuk advokasi yang efektif dalam berbagai isu seperti regulasi, tata kelola, alokasi anggaran (APBN), dan lainnya. Platform digital ini sangat penting untuk menerjemahkan kebijakan transformasi kesehatan menjadi realitas dalam program kesehatan sehari-hari. Platform ini juga mendukung pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan serta program penanganan masalah kesehatan secara komprehensif. Kompleksitas pencegahan dan pengelolaan PTM, seperti Diabetes Melitus, di tingkat kabupaten/kota memerlukan alat yang dapat menangani data dan kebijakan dengan lebih efektif.

Sesi Pembahas

9ags1dr. Yudhi Pramono, MARS (Plt Dirjen P2P Kemenkes RI)

Yudhi menyoroti bahwa perencanaan berbasis data sedang dimulai di Kemenkes, namun data penelitian saat ini masih minim dan belum optimal. Meskipun dulu pernah ada badan litbang, hasil penelitiannya sering kali sulit dipahami oleh staf program maupun masyarakat karena bahasa yang terlalu teknis. Masyarakat sendiri masih skeptis terhadap hasil penelitian dan lebih percaya pada sumber informasi yang tidak kredibel.

Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan komunikasi sains (science communication). Kementerian kesehatan juga membutuhkan lembaga yang menjembatani peneliti dengan pengambil kebijakan. Platform digital ini bisa juga sebagai solusi untuk menyampaikan hasil penelitian dan memenuhi kebutuhan program.

9ags2dr. Fatchan Nur Aliyah, MKM (Ketua Tim Kerja Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD) Direktorat PTM Kemenkes RI)

Fatchan menjelaskan bahwa platform ini telah diinisiasi sejak dua tahun lalu dengan tujuan untuk menyusun kebijakan yang berpijak pada tujuan yang akan dicapai, yaitu menurunkan morbiditas dan mortalitas, bukan hanya prevalensi. Biaya yang dikeluarkan harus sebanding dengan kemampuan negara kita, sehingga analisis cost-effectiveness menjadi penting. Pihaknya menambahkan bahwa platform digital perlu memetakan situasi sekarang dan per 3 tahun atau per 5 tahun untuk evaluasi efisiensi dan implementasi kebijakan. Hal ini juga harus mencakup kebutuhan petunjuk teknis berdasarkan kebijakan yang ada.

9ags3dr. Ika Gladies Syaferani (Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Dinkes Provinsi Kalimantan Timur)

Ika menyampaikan bahwa platform digital dapat digunakan sebagai bahan advokasi Dinas Kesehatan provinsi kepada para stakeholder, terutama terkait pengendalian Diabetes Melitus. Platform ini membantu mengidentifikasi dan merumuskan masalah berdasarkan rumah transformasi kesehatan. Sebagian besar instansi memiliki anggaran khusus untuk pencegahan dan pengendalian DM, namun ada juga instansi lintas sektor seperti pemerintahan desa yang terlibat.

Kegiatan ini ditutup oleh closing statement dari Laksono, yaitu penting bagi dosen dan peneliti Fakultas Kedokteran (FK) serta Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) untuk menjadi pionir dalam penerapan evidence-informed policy making, terutama dengan adanya momentum yang dihadirkan oleh UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 dan PP Nomor 28 Tahun 2024. Platform digital dapat menjadi titik awal bagi dosen dan peneliti dalam berbagai disiplin ilmu kesehatan untuk mengambil peran ini, menawarkan perspektif yang lebih luas dan mendalam terhadap permasalahan kesehatan melalui kerangka sistem dan transformasi kesehatan. Dengan potensi kolaborasi dari berbagai pihak, platform digital ini memiliki peluang besar untuk dikembangkan lebih jauh dalam mendukung inovasi kebijakan kesehatan yang efektif dan berbasis bukti.

Reporter: Via Anggraini, S.K.M (PKMK UGM)

 

 

 

 

 

 

Reportase Penulisan Artikel

Penelitian Kebijakan dengan Menerapkan Prinsip Evidence Based/ Informed Policy oleh Fakultas-Fakultas Kedokteran di Indonesia

8 Agustus 2024

PKMK-Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK-KMK UGM) menyelenggarakan Pembelajaran Kelembagaan Penelitian Kebijakan dengan Menerapkan Prinsip Evidence Based/ Informed Policy oleh Fakultas-Fakultas Kedokteran di Indonesia pada hari ketiga, Kamis (8/8/2024) dengan topik Penulisan Artikel. Kegiatan ini dimoderatori oleh Monita Destiwi, SKM.,MA. Narasumber utama adalah Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua

Dalam paparan materi yang disampaikan oleh Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua, menegaskan bahwa penulisan artikel ilmiah sangat penting untuk menyebarluaskan hasil penelitian, memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, dan sebagai bukti kompetensi seorang peneliti. Artikel yang baik juga bisa menjadi referensi penting dan membantu dalam pengembangan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy). Beliau menguraikan perbedaan antara artikel kebijakan dan artikel lainnya yang mungkin menyinggung kebijakan. Artikel kebijakan umumnya lebih mendalam, melibatkan riset kebijakan, dan dapat mencakup analisis kebijakan dengan melibatkan para stakeholder. Artikel kebijakan seringkali menghasilkan rekomendasi untuk penyusunan kebijakan baru atau perbaikan kebijakan yang ada.

Dalam penulisan artikel tentunya perlu sebuah struktur penulisan yang efektif mulai dari judul hingga daftar pustaka. Struktur dan komponen artikel riset kebijakan kesehatan dalam jurnal ilmiah umumnya mengikuti format yang baku untuk memastikan konsistensi dan memudahkan pembaca dalam memahami isi penelitian. Hanevi juga menekankan pentingnya etika dalam penulisan artikel, terutama terkait data dan penulis. Mengenai data, penulis harus memastikan bahwa data yang digunakan adalah etis dan valid. Sedangkan untuk etika penulis, hanya orang yang memberikan kontribusi signifikan terhadap penelitian yang boleh tercantum sebagai penulis, urutan penulis harus mencerminkan kontribusi masing-masing penulis, serta penulis harus mengungkapkan setiap konflik kepentingan yang mungkin mempengaruhi penelitian.

Proses review dan publikasi artikel ilmiah merupakan tahap krusial. Hanevi menjelaskan bahwa proses ini melibatkan beberapa tahap, mulai dari pengajuan artikel, penilaian oleh reviewer, pengambilan keputusan oleh editor, revisi dan penyuntingan hingga publikasi. Penting untuk memilih jurnal yang sesuai dengan topik artikel dan memahami ketentuan serta format yang disyaratkan.Dalam memilih jurnal untuk publikasi, Hanevi memberikan beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  1. Integritas Jurnal: Pastikan jurnal yang dipilih kredibel dan bukan jurnal predator. Tujuan publikasi juga harus diperhatikan, misalnya apakah publikasi ditujukan untuk sosialisasi kepada stakeholder tertentu, seperti dinas kesehatan, dan lain-lain.
  2. Tujuan dan Pembaca: Tujuan publikasi akan menentukan siapa pembaca utama artikel tersebut. Misalnya, untuk pengambil kebijakan dari sisi makro/nasional/internasional.
  3. Reputasi Jurnal: Perhatikan reputasi jurnal yang dipilih, apakah masuk dalam daftar Scopus atau kategori Q1, Q2 untuk jurnal internasional, atau dalam peringkat Sinta 1, 2, 3 untuk jurnal nasional.

Hanevi menutup dengan menegaskan bahwa penulisan artikel ilmiah adalah keterampilan yang perlu terus diasah. Dengan pemahaman yang baik tentang struktur penulisan, etika, proses review, dan pemilihan jurnal, peneliti dapat menghasilkan tulisan yang berkualitas dan berkontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan serta praktik di bidangnya.

Reporter: Via Anggraini, S.K.M (PKMK UGM)

 

 

 

  • angka jitu
  • togel 4d
  • togel online
  • toto macau
  • rtp live slot
  • togel online
  • toto macau
  • bandar togel 4d
  • slot dana
  • toto sdy
  • slot 5000
  • toto slot
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • slot 5000
  • slot 5000
  • bandar togel
  • slot 5000
  • toto macau
  • bandar slot
  • toto togel
  • togel4d
  • togel online
  • togel 4d
  • slot 5000
  • slot 5000
  • rajabandot
  • toto macau
  • data toto macau
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • judi online
  • nexus slot
  • toto slot
  • agen slot
  • toto 4d
  • polototo
  • slot dana
  • slot777
  • slot777
  • scatter hitam
  • slot777
  • slot thailand
  • bandar slot
  • situs slot
  • slot88
  • slot777
  • slot777
  • scatter hitam
  • toto slot
  • toto slot
  • KW
  • slot online